Pada sebuah sore yang penuh hikmah, LTN MWC NU Karangpawitan berkesempatan emas untuk menyelami lembaran-lembaran sejarah yang selama ini tersembunyi. Bersama Radya Anom Luky Djohari Soemawilaga, generasi ke-IV dari Pangeran Sugih Sumedang, kami menelusuri sumber-sumber literasi kuno di Yayasan Nadhir Wakaf Pangeran Sumedang. Ini bukan sekadar kunjungan biasa, melainkan sebuah perjalanan waktu yang membuka wawasan tentang sejarah kota suci dan jejak-jejak peradaban yang membentuknya.
Perjalanan yang Dimulai dari Sebuah Yayasan
Yayasan Nadhir Wakaf Pangeran Sumedang, yang berlokasi di pusat kota Sumedang, adalah sebuah harta karun bagi para sejarawan, budayawan, dan siapa pun yang memiliki ketertarikan pada masa lalu. Yayasan ini didirikan untuk mengelola dan melestarikan aset wakaf Pangeran Sumedang, yang sebagian besar berupa manuskrip, dokumen, dan benda-benda bersejarah yang tak ternilai harganya. Di sinilah kami memulai penelusuran kami.
Di dalam ruangan yang hening, aroma kertas tua dan tinta menguar, membawa kami kembali ke masa lalu. Radya Anom Luky Djohari Soemawilaga, dengan keahlian dan pengetahuannya yang mendalam, membimbing kami. Beliau tidak hanya menunjukkan dokumen-dokumen, tetapi juga menjelaskan konteks di baliknya. Ia mengisahkan bagaimana setiap dokumen adalah bagian dari mosaik besar yang menceritakan perjalanan sebuah kota dan para pemimpinnya.
Menggali Jejak Sejarah Kota Suci
Fokus penelusuran kami adalah pada literasi yang berkaitan dengan sejarah kota suci. Kami menemukan beberapa manuskrip kuno yang menguraikan silsilah kerajaan, peran para ulama dan pemimpin, serta berbagai peristiwa penting yang membentuk identitas kota ini. Salah satu dokumen yang paling menarik adalah catatan tentang hubungan erat antara Kerajaan Sumedang dengan pusat-pusat keagamaan di masa lalu, yang menunjukkan betapa kuatnya pengaruh Islam dalam pembentukan karakter masyarakat.
Radya Anom menjelaskan bahwa dokumen-dokumen ini adalah bukti otentik dari bagaimana nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal berpadu harmonis. Manuskrip-manuskrip ini mencatat praktik-praktik keagamaan, sistem sosial, hingga arsitektur yang mencerminkan spiritualitas masyarakatnya. Beliau menekankan bahwa sejarah bukanlah sekadar kumpulan tanggal dan nama, melainkan cerminan dari jiwa dan perjuangan nenek moyang kita.
Pentingnya Melestarikan Warisan
Kunjungan ini mengajarkan saya satu hal penting: warisan budaya adalah identitas sebuah bangsa. Yayasan Nadhir Wakaf Pangeran Sumedang memainkan peran vital dalam menjaga warisan ini tetap hidup. Tanpa upaya mereka, banyak dokumen bersejarah yang mungkin telah hilang dimakan usia.
Radya Anom Luky Djohari Soemawilaga berharap, dengan dibukanya kembali arsip-arsip ini, generasi muda dapat lebih menghargai sejarahnya sendiri. "Sejarah bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga bekal untuk membangun masa depan," ujarnya. Kata-kata itu begitu mengena, mengingatkan kita bahwa dengan memahami akar, kita bisa tumbuh lebih kuat dan kokoh.
Penelusuran ini adalah pengingat bahwa di antara kesibukan modern, ada harta karun pengetahuan yang menunggu untuk digali. Mari kita terus mendukung upaya pelestarian budaya dan sejarah, karena di dalamnya terkandung pelajaran berharga untuk kita semua.